1. Abdul Azis Larekeng
(Tokoh Birokrat Sulawesi Tengah)
ABDUL AZIS LAREKENG.
Salah satu tokoh birokrasi yang pernah berkiprah dalam pemerintahan
Provinsi Sulawesi Tengah yang cukup terkemuka. Pada saat pembentukan
provinsi ini secara otonom tahun 1964, Drs. Abdul Azis Larekeng menjadi
orang pertama yang menduduki jabatan Kepala Penerangan Provinsi Sulawesi
Tengah.
.
Dalam perjalanan kariernya pernah menduduki sejumlah jabatan penting
seperti Sekertaris Daerah Provinsi (Sekdaprop) Sulteng masa jabatan
1966-1969. Ia tercatat putra daerah kedua menduduki jabatan tersebut
setelah menggantikan Sekdaprop Galib Lasahido (1964-1966).
Pada
saat menjabat Sekdaprop Sulteng itulah kemudian putra kelahiran di
Luwuk, Banggai memuluskan jalannya mendapat kepercayaan diangkat jadi
Kepala Daerah/Bupati Banggai untuk periode 1969-1973. Masa jabatan
bupati itulah, lambang
Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai ditetapkan dan diresmikan
penggunaannya untuk keperluan administrasi maupun dalam berbagai
pemasangan papan nama, yaitu pada tahun 1972.
Azis
Larekng pernah pula menduduki jabatan anggota DPR RI mewakili Provinsi
Sulteng untuk periode 1977-1982. Sebelum menduduki sejumlah jabatan
birokrasi, pada masa mudanya Abdul Azis Larekeng tercatat sebagai salah
satu saksi dan pelaku di antara sejumlah tokoh perjuangan dalam gerakan
merah putih di Luwuk, Banggai. Yaitu sebuah perjuangan yang cukup
legendaries yang dikenal peristiwa merah putih tanggal 12 Pebruari 1942,
dimana salah satu komandannya waktu itu adalah Abdul Rahman Lanasir
(juga sudah almarhum/mantan anggota DPRD Banggai).
2. Abdul Azis Lamadijido (1932-2011)
(Tokoh Birokrat/Bapak Gerbosbangdesa)
ABDUL AZIS LAMADJIDO.
Tokoh ini dikenal sebagai Gubernur Sulteng dua periode secara
berturut-turut pada masa pemerintahan Orde Baru. Yaitu dalam periode 11
Februari 1986–20 Februari 1991 dan 20 Februari 1991–20 Februari 1996.
Pada masa periode kedua menjabat gubernur, Azis Lamadjido mulai
didampingi seorang Wakil Gubernur Sulteng, yaitu Kolonel (TNI) Muhammad
Sulaiman mantan Bupati Buol Tolitoli. mantan Bupati Buol Tolitoli.
Dalam masa jabatannya itu pula ia memiliki crash program yang popular dikenal dengan nama Gerbosbangdesa
(Gerakan Terobosan Membangun Desa). Program ini dicanangkan sejak 13
April 1987 bertepatan dengan HUT ke 23 Provinsi Sulteng. Bertujuan
meneningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengangkat ekonomi
masyarakat itu sendiri serta mengejar berbagai ketertinggalan dan
terutama meningkatkan sumber daya manusia masyarakat pedesaan. Dari
obsesi program itu pula, Azis Lamadjido dikenal sebagai “Bapak
Gerbosbangdesa.” Maka pada masa itu seluruh satuan kerja di lingkungan
Pemda Sulteng terus berkoordinasi dengan perancangan di BAPPEDA yang
selanjutnya diimplementasikan dalam setiap program.
Namanya
juga menjadi kenangan sebagai putra daerah pertama Sulawesi Tengah
meraih gelar sarjana hukum yang dalam perjalanan kariernya dari bawah
kemudian menduduki sejumlah jabatan penting dalam pemerintahan.
3. Andi Tjella Nurdin (1926-1993)
(Tokoh Politik dan Perintis Pers di Donggala)
ANDI TJELLA NURDIN.
Bagi kota Donggala, nama itu adalah sebuah legenda dan kenangan yang
tak terlupakan. Penulisan namanya kadang pula tertulis A.C. Nurdin. Ada
banyak orang di Donggala menaruh kenangan dan kebanggaan terhadap tokoh
ini, terutama dalam kiprah dunia politik lokal Sulawesi Tengah hingga
secara nasional.
Kemudian pada Pemilu berikutnya 1982, karier politik Andi Tjella tetap cemerlang dengan menduduki kursi anggota DPRD Provinsi Sulteng periode 1982-1987. Selanjutnya pada periode 1987-1992 Andi
Tjella Nurdin terpilih sebagai anggota DPR RI sekaligus orang pertama
yang menjadi wakil PPP dari Daerah Pemilihan Sulteng di DPR RI yang
sebelumnya didominasi utusan Golongan Karya.
Ketokohan
Andi Tjella tidak diragukan sebagai orang yang merintis dunia politik
dari bawah hingga mencapai puncak karier di DPR RI. Sebagai seniman dan
wartawan merupakan perjalanan awal kariernya yang selalu dikenang dan
tercatat dalam sejarah daerah Sulawesi Tengah. Termasuk sebagai salah
satu tokoh pejuang dalam perawanan pemerintah Belanda di Donggala yang
dikenal gerakan merah putih.
4. Asa Bungkundapu (1925-1960)
(Tokoh GPST/Anti Permesta)
ASA BUNGKUNDAPU
merupakan tokoh penting dan utama terbentuknya Gerakan Pemuda Sulawesi
Tengah (GPST) dengan pusat di Poso awal Desember 1957. GPST merupakan
gerakan organisasi kepemudaan di Sulawesi Tengah yang berjuang melawan
kelompok Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta). Permesta merupakan gerakan militer di Indonesia yang dideklarasikan pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 oleh Letkol Ventje Sumual. Perjuangan
Asa Bungkundapu bagi terbentuknya Sulteng sangatlah besar jasanya
karena sekaligus mempertahankan NKRI dari rongrongan kelompok yang tidak
taat dengan pemerintah pusat.
Secara
sosial ekonomi dalam pemerataan pembangunan segala sektor, wilayah yang
kemudian menjadi Sulawesi Tengah sangat timpang dibanding Sulawesi di
bagian Utara. Hal itu membuat para pemuda seperti Asa Bungkundapu,
tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai elemen melakukan perjuangan untuk
memiliki pusat pemerintahan sendiri, karena keadilan yang tidak merata.
Apalagi
munculnya Permesta, berdampak pada ketidaknyamanan. Itulah di antara
yang mendorong para pemuda di Sulawesi Tengah melakukan perlawanan
terhadap Permesta dalam berbagai organisasi.
5. BH. PALIUDJU
(Jenderal Pertama Sulteng/Mantan Gubernur)
H.B. Paliudju.
Demikian namanya tertulis secara administrasi dalam urusan pemerintahan
semasa menjabat Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng). Nama lengkapnya
adalah Haji Banjela Paliudju. Dikenal sebagai gubernur dua periode
dengan dua era demokrasi yang berbeda. Yaitu dipilih pada masa menjelang berakhirnya pemerintahan Orde Baru dan pada era Reformasi.
Pada
masa jabatan pertama menjabat, pemilihan gubernur masih dilakukan oleh
anggota DPRD Provinsi untuk masa kepemimpinan periode 1996-2001.
Posisinya dikenang sebagai gubernur kesembilan setelah mengganti H.
Abdul Azis Lamadjido, SH yang dikenaang gubernur dua periode secara
berturut-turut (1986-1991 dan 1991-1996).
H.B.
Paliudju kembali tampil menjabat gubernur kedua kalinya untuk periode
2006-2011 setelah masa satu periode jabatan gubernur dipegang Prof. H.
Aminuddin Ponulele dengan Wakil Gubernur Ruly A. Lamadjido untuk periode 2001-2006. Pada periode kedua H.B. Paliudju didampingi Wakil Gubernur Achmad
Yahya melalui pilihan rakyat secara langsung saat pertama kalinya
Sulteng melaksanakan Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pemilukada)
Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng tahun 2006.
Sangat
menarik dalam “peta politik” Sulawesi Tengah, pada masa pertama H.B.
Paliudju menjabat gubernur, Prof. H. Aminuddin Ponulele menduduki
jabatan Ketua DPRD Sulteng. Demikian halnya pada masa jabatan kedua
kalinya sekali lagi Aminuddin berada pada posisi Ketua DPRD Sulteng pada
saat dua tahun terakhir masa jabatan Paliudju.
6. H.HASAN TAWIL, BBA
(Tokoh Gerakan Pramuka dan Perintis Pembentukan Provinsi Sulteng)
H. HASAN TAWIL.
Dalam jagat Gerakan Pramuka di Sulawesi Tengah, nama ini tidaklah asing
karena menjadi bagian sejarah yang tak terpisahkan. Bahkan kini, saat
usianya sudah 79 tahun, tetap aktif mengikuti berbagai kegiatan sosial
dan masih mendapat kepercayaan sebagai salah satu anggota Majelis
Pembimbing Gerakan Pramuka Sulawesi Tengah.
Tidaklah
berlebihan kalau dikatakan bicara tentang sejarah Gerakan Pramuka
Sulteng, tidaklah sahih tanpa nama Hasan Tawil. Sebab dari awal telah
ikut pembentukan yang bermula dari kelompok-kelompok pandu yang kemudian
melebur dalam Gerakan Pramuka tahun 1961. Kesatuan itu diawali dari
semangat Presiden Soekarno di Jakarta saat pidato tentang
perlunya pembentukan Gerakan Pramuka, sehingga diikuti seluruh pandu
Indonesia, termasuk dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tengah yang di
dalamnya adalah Sulteng.
Hasan
Tawil sendiri bermula dari kepanduan SIAP saat masih remaja di Tolitoli
yang ikut dalam Jambore Pandu se-Indonesia di Jakarta tahun 1955. Dari
berbagai pengalaman kepanduan itu pula sehingga mendapat kepercayaan
sebagai Komisaris SIAP untuk wilayah Sulteng 1956. Ketika peleburan
pandu yang ada di Provinsi Sulawesi Utara Tengah 1961, sekali lagi Hasan
Tawil ikut dalam peleburan di Manado, ibu kota provinsi. “Secara
simbolis anggota pandu dari berbagai daerah berkumpul dan melepas
masing-masing tanda pandu dan diganti dengan pakaian seragam Pramuka
dalam sebuah upacara,” kenang Hasan Tawil pada penulis.
7. Kartini Pandan Yotolembah (1936-2011)
(Tokoh Pendidikan Kaum Perempuan)
Tokoh
pendidikan wanita dan perintis berdirinya Sekolah Kepandaian Putri
(SKP) cikal-bakal Sekolah Menengah Kejuruan Keterampilan (SMKK) Negeri
Palu (sekarang SMK 1 Palu). Kariernya sebagai guru dimulai di Gorontalo
selama tiga tahun (1958-1961) setelah menyelesaikan pendidikan Opleding School voor Onderwezres (OSVO) atau dikenal dengan Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) Makassar yang diselesaikan tahun 1957.
Cerita
soal nama Kartini Pandan dengan menyandang nama Kartini, rasa
keinginannya untuk meneladani kepeloporan RA. Kartini asal Jepara selalu
tumbuh dalam jiwanya. Kalau Kartini, sang pelopor emansipasi itu
bergerak dalam pendidikan dan menginginkan wanita Indonesia bisa maju
dan terampil. Maka Kartini Pandan yang berada di Palu ini pun tak kalah
semangatnya meningkatkan kemajuan wanita lewat bangku pendidikan.
Kartini
Pandan juga merupakan tokoh politik kaum perempuan yang tekah berkiprah
di partai dan parlemen mewakili kaum perempuan. Begitu pula dalam
sejumlah organisasi social perempuan pernah menjadi tempat ia berkiprah,
sehingga ketokohannya menjadi catatan penting dalam sejarah Provinsi
Sulawesi Tengah.
8. MA. Intje Makkah (1904-1973)
(Perintis Pers di Sulawesi Tengah)
Pelopor pers yang terkemuka di Kota Palu, Sulteng. Orang pertama mendirikan surat kabar dengan nama; Zamroed Paloe (1935), Penjendar (1937-1939), Pedoman Baroe (1940-1948), Soeara Soelawesi Tengah (1949-1951) dan Kritik Sehat (1954).
Lewat
surat kabar yang diterbitkan, tulisan-tulisan Mohammad Arsyad Intje
Makkah sarat dengan kritik, termasuk pada Pemerintah Hindia Belanda yang
sedang berkuasa, sehingga sering berurusan dengan penguasa
berkaitan dengan tulisannya. Lahir di Palu, 6 Pebruari 1904 dan
meninggal 30 Maret 1977 di Palu.
Meskipun pendidikannya hanya tingkat Government kelas 2 di Palu, ia memiliki pengetahuan cukup luas, menguasai
bahasa asing seperti Belanda, Jepang dan Inggris, terutama bahasa
daerah Kaili dan Bugis. Selain bergerak di bidang pers, juga bergerak
dalam Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan aktif di Badan Kemanan
Rakyat (BKR).
Sedangkan dalam bidang kesenian, Intje Makkah aktif bermain musik dengan mendirikan kelompok gambus Annisa Ruumba tahun 1954 dan Mekar Melati
tahun 1955. Selain berkiprah di dunia pers, Intje Makkah juga seorang
seniman music terkemuka pada zamannya dengan kelompok keroncong.
9. R.M Kairupan Malonda (1918-1995)
(Tokoh Politik Kaum Perempuan)
ROSALIE MARGARETHA KAIRUPAN MALONDA.
Demikian nama lengkap tokoh perempuan yang dalam penulisan namanya
lebih dikenal dengan sebutan singkat R.M. Kairupan Malonda. Biasa pula
disapa dengan nama Ny. Kairupan sebagai istri dari Kairupan Jan
Theodosius.
Dalam
penulisan sejarah daerah Sulawesi Tengah yang dilakukan sejarawan dalam
sejumlah literatur lokal, nama R.M. Malonda tidak begitu banyak
diungkap perjalanan hidupnya, kecuali catatan yang hanya menyebut kalau
dia pernah menjadi anggota DPR-GR Donggala. Tetapi soal kiprah dalam
dunia pendidikan dan organisasi sosial, agama dan kemasyarakatan selain
politik, sepertinya terlupakan jejaknya. Padahal keberadaannya sangat
penting dalam sejarah politik dan pendidikan di Sulawesi Tengah, pada
zamannya sebagai kaum perempuan yang telah memiliki peran terbilang
terkemuka.
Sebagai
tokoh perempuan yang aktif di bidang pendidikan dan politik pada
zamannya itulah yang kemudian menjadi inspirasi bagi perempuan di daerah
ini mengikuti jejaknya. R.M Kairupan Malonda juga seorang guru yang
sangat disiplin sehingga selalu menjadi kenangan bagi siswa dan rekan
kerjanya yang terbawa hingga puncak kariernya sebagai Sekertaris Kanwil
Depdikbud Sulteng.
10. Thayeb H. Muda (1919-1993)
(Tokoh Adat dan Perintis Pembentukan Sulteng)
Thayeb H. Muda
masa hidupnya dikenal sebagai Ketua Dewan Adat Kaili dengan kepedulian
dalam pelestarian dan menjadi narasumber setiap orang ingin mengetahui
tentang adat Kaili.
Sedang
kiprah politiknya dalam berbagai organisasi kemasyarakatan, ia dikenal
sebagai aktivis dalam pembentukan pembentukan Provinsi Sulteng, salah
satunya “Kelompok 45” yang diketuai K.H. Zainal Abidin Betalembah yang
juga Ketua GPPST (Gerakan Penuntutan Provinsi Sulawesi Tengah).
Menurutnya,
dalam proses perjuangan untuk pembentukan provinsi tidaklah mudah
karena banyak pula orang yang pesimis melihat upaya yang dilakukan para
pemuda. Kata Thayeb H. Muda pernah tahun 1957 ia bersama Zainuddin Abdul
Rauf, Andi Raga Pettalolo, Abas Palimuri dan AR. Daeng Thalib ditangkap
oleh penguasa saat itu dan dijebloskan dalam penjara selama 9 jam
dengan tuduhan membantu P.4ST (Panitia Penuntut dan Pembangunan Provinsi
Sulawesi Tengah).
Kelompok
45 bergabung pula beberapa tokoh dari Kabupaten Poso (Sudara Kabo dan
W.L. Talasa), Y. Bantilan (Tolitoli), Sukuran Amir (Raja Banggai) dan
tokoh-tokoh politik dari Donggala.
11. Zainal Abdin Betalembah (1921-1977)
(Tokoh Ulama dan Pendiri GPPST)
ZAINAL ABIDIN BETALEMBAH.
Begitulah nama lengkapnya. Sedang dalam berbagai penulisan, akrab
ditulis Z.A. Betalembah. Dalam berbagai catatan sejarah Sulawesi Tengah,
namanya tercatat sebagai salah satu ulama terkemuka pada zamannya,
aktif dalam berbagai organisasi sosial kemasyarakatan.
Dikenal
pula sebagai salah satu murid yang menonjol dari didikan SIS Aljufri
(Guru Tua) sang guru besar pendiri Perguruan Alkhairaat. Di lembaga ini
pula KH. Z.A. Betalembah pernah menjadi Pengurus Besar (PB) Alkhairaat dengan berbagai terobosan untuk kemajuan pendidikan Islam.
Dalam
bidang politik, ia termasuk aktivis Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII) yang pernah menjadi anggota DPRD-GR Kabupaten Donggala tahun
1963-1968. Dua tahun terakhir (1966-1968) menjabat sebagai Ketua DPRD-GR
yang sebelumnya sebagai wakil ketua.
Sedang
peran yang sangat penting dan tak terlupakan adalah keterlibatannya
dalam perintisan lahirnya Provinsi Sulteng dengan lebih awal membentuk
Gerakan Penuntut Provinsi Sulawesi Tengah (GPPST) bersama Wongko Lembah
Talasa (wakil) pada tanggal 17 Agustus 1957.
12. Zainuddin Abdul Rauf (1936-2008)
(Tokoh Politik dan Pendiri Sulteng)
ZAINUDDIN
ABDUL RAUF merupakan tokoh senior bidang politik di Sulawesi Tengah,
termasuk putra daerah Sulawesi Tengah yang terlama berkutat di lembaga
legislatif (dari DPRD Provinsi ke DPR/MPR RI), yakni 26 tahun. Sekaligus
pernah ditokohkan dua partai besar, Partai Sarikat Islam Indonsia
(PSII) di zaman Orde Lama dan Golongan Karya (Golkar) di zaman Orde
Baru.
Mengawali
kariernya di legislatif sebagai anggota DPRD-GR Sulawesi Utara Tengah
(Sulutteng) di Manado (1961-1964). Ketika Provinsi Sulteng terbentuk,
putra kelahiran Kulawi, 23 Januari 1936 ini diangkat menjadi Wakil Ketua
DPRD Sulteng (1964-1966) mendampingi ketua DPRD Anwar Gelar Datuk Majo
Basa Nan Kuning yang merangkap jabatan gubernur pertama Sulawesi Tengah
(1964-1968).
Selanjutnya
antara bulan Desember 1970-Oktober 1971 kembali menduduki jabatan wakil
ketua DPRD. Sejak tahun 1974 menyatakan diri masuk Golongan Karya
(Golkar). Diangkat/dipilih jadi anggota MPR RI Utusan Daerah Sulteng
dalam periode 1977-1982. Periode berikutnya masih terpilih untuk Utusan
Daerah Sulteng di MPR RI (8 Oktober 1982 - 30 September 1987) sebagai
anggota pimpinan Fraksi MPR RI. Kedudukan berikutnya sejak 1 Oktober
1987-1990 masih menjadi anggota DPR RI dan terakhir tetap terpilih dalam waktu tahun 1991-1997.
SUMBER:http://sejarah.kompasiana.com/2013/02/14/tokoh-tokoh-bersejarah-sulawesi-tengah-528440.html
No comments:
Post a Comment